Monday, August 21, 2006

MATA UANG RUPIAH, SEJARAH YANG HILANG

MATA UANG RUPIAH, SEJARAH YANG HILANG
Surya, 16 Agustus 2006

Mata uang adalah identitas bangsa. Kalau kita bilang yen, pasti ingatan kita melayang ke Negara Jepang. Rupee, kita akan memikirkan Negara India. Dan kalau uang rupiah, maka itulah uang yang kita pakai untuk transaksi di seluruh wilayah Indonesia. Mata uang juga menjadi identitas sebuah Negara. Namun, saya jadi merenung apa sebenarnya arti kata dari rupiah itu sendiri. Selama ini saya tidak tahu, dari kata apa rupiah itu, apa artinya dan mulai kapan digunakan. Selama ini tidak ada buku yang menjelaskan seluk beluk dari rupiah. Padahal, setahu saya mata uang dari negara-negara lain ada artinya. Yen misalnya, artinya 'bulat'. Ditetapkan ketika mata uang Jepang diganti dari bentuk persegi ke bentuk bulat. Rupee, dari pengertian dasar perak. Atau Franc, mata uang Perancis, berasal dari Francorum Rex (sebuah tulisan latin yang artinya 'Raja dari Frank'. Bagaimana dengan rupiah kita ini? Tidak banyak yang tahu. Justru desas-desusnya yang banyak dibicarakan orang. Ada yang mengatakan berasal dari nama satu “perempuannya” Bung Karno. Ada juga yang mengatakan rupiah adalah dialek lokal untuk Rupee India. Dari pada simpang siur dan tidak jelas, ada baiknya segera dijelaskan sejarah rupiah kita. Mungkin penulisan sejarah khusus dari a sampai z tentang rupiah sangat penting, setelah kita merdeka 61 tahun. Dirgahayu RI.

E. Musyadad
Warga Epistolohik Indonesia
Jl. Ki Hajar Dewantara I No. 11 Jombang Jawa Timur 61419

PDAM, MEMBERI AIR BERLUMPUR

PDAM, MEMBERI AIR BERLUMPUR
Kompas Jatim, 16 Agustus 2006

Setelah geger bencana lumpur yang disebabkan oleh PT Lapindo di Sidoarjo, sebenarnya di Jombang juga ada bencana lumpur yang disebabkan oleh PDAM. Paling setiap dua bulan sekali, air PDAM yang mengalir ke bak mandi bercampur dengan lumpur. Kasus ini tidak hanya terjadi di satu rumah saja, tetapi tetangga saya juga mendapat kiriman yang sama. Bahkan tetangga sebelan dusun juga mengalami kasus yang sama, mendapat kiriman lumpur secara rutin hampir dua bulan sekali. Kasus ini sudha lama terjadi, dan berberapa kali kita adukan tetapi tidak pernah selesai. Kejadian terakhir adanya air PDAM bercampur lumpur ini adalah dua minggu yang lalu. Apakah ini membahayakan? Jelas sangat membahayakan. Apakah ini persoalan besar? Jelas persoalan besar, karena rutin terjadi. Apakah ini menggangu ketertiban umum? Jelas, karena yang merasakan tidak hanya satu keluarga saja, melainkan banyak keluarga. Apakah ini bentuk kejahatan? Bisa jadi, karena memungkinkan untuk diajukan ke pengadilan sebagai kasus yang merugikan konsumen. Sekali lagi, mohon PDAM Jombang tidak mengirimi kami air berlumpur. Sebelum keresahan itu meluas dan kesehatan masyarakat terganggu.

E. Musyadad
Warga Epistolohik Indonesia
Jl. Ki Hajar Dewantara I No. 11 Jombang Jawa Timur 61419

Sunday, August 13, 2006

Sepakbola Yang Tidak Membebani

Kompas Jateng, 2 Agustus 2006
Sepakbola Yang Tidak Membebani

Pertandingan Liga Djarum memberi kejutan. Persekabpas dan Persmin yang sebelumnya diposisikan sebagai tim underdog justru memelekkan mata kita. Persekabpas dan Persmin lolos ke semi final. Tentu ini catatan yang bagus. Bandingkan dengan tim sepak bola daerah lain yang disupport habis-habisan oleh anggaran (ABPD) pemerintah daerahnya, tetapi mereka tidak berhasil lolos.
Persela Lamongan misalnya, mendapat alokasi bantuan dana sebesar 8 milyar. Konon anggaran ini hampir sama besarnya dengan anggaran untuk bantuan pembangunan sekian ratus sekolahan dari SD sampai SMU dan sekaligus untuk sekian ribu guru ngaji dan swasta. Atau kita tengok tim dari Jogjakarta, Pemda Kab. Sleman mengalokasiakan 10 miliar untuk PSS Sleman. Dan masih banyak lagi tim yang menggunakan anggaran lebih dari 10 juta, tetapi tidak berhasil ke babak berikutnya. Seperti Persija yang konon menghabiskan ABPD lebih dari 15 miliar.
Tim-tim daerah yang menghabiskan anggaran rakyat tersebut gagal untuk menunjukan kehebatannya. Justru tim yang hanya bermodal “dengkul” justru mampu memberikan permainan yang menarik dan menghibur. Fakta ini perlu kita renungkan. Kita butuh sepak bola nasional maju, tetapi harus berangkat dari olahraga yang tidak menghabiskan anggaran. Anggaran ini lebih difokuskan kepada pemenuhan hak-hak dasar rakyat. Mungkin saatnya, memajukan sepakbola tanpa menyedot ABPD. Maju sepakbola tanpa membebani anggaran kita.

E. Musyadad
Warga Epistolohik Indonesia
Jl. Ki Hajar Dewantara I No. 11 Jombang Jawa Timur 61419
musyadad@yamajo.or.id

Sweeping Bajakan Harus Dimulai Dari Penegak Hukum

Harian Radar Kediri, 15 Juli 2006
Sweeping Bajakan Harus Dimulai Dari Penegak Hukum

VCD bajakan. DVD bajakan. Banyak kepingan compact disk yang beredar di pasaran itu adalah bajakan. Mereka yang berjualan di sweeping. Rental-rental kaset disweeping. Warnet-warnet yang tidak mengunakan program orisinil di sweeping. Jauh sebelumnya, mereka yang menggunakan produk-produk bajakan ini masih diberi toleransi oleh pihak penegak hukum (polisi), tentunya dengan konsekuensi mereka harus memberi tip uang atau atensi dalam bahasa PKL VCD, kepada polisi. Dalam kasus di Kediri, PKL VCD bajakan harus menyediakan 20 juta per bulan untuk memberi tip kepada polisi dari Polres hingga Polda.
Hal sama juga terjadi pada pedagang jamu. Karena alasan tidka punya ijin, alias jamunya bajakan, mereka digusur dan disweeping. Sayang, situasi ini (VCD bajakan atau jamu tanpa ijin ini), justru dimanfaatkan oleh penegak hukum untuk menimbun kekayaan. PKL dipajak, warnet-warnet diperas, rental wajib setor uang bulanan, pedagang jamu dipaksa untuk memberi uang pengaman dan seterusnya. Sekarang, kebijakan polisi sedikit bergeser. Mereka melakukan sweeping produk-produk bajakan, tidak hanya kepada pedagangnya tetapi juga konsumennya mulai menjadi target sweeping juga. Tindakan ini mungkin hebat, tetapi tidak tepat. Kalau mau menjadi pendekar penegak hukum yang hebat, mereka karus membangun paradigma baru, bahwa yang harus sadar hukum pertama kali adalah aparat hukum dan pemerintahan itu sendiri.
Kenapa? Karena di kantor-kantor aparat negara (pemda, polisi, kejaksaan, kehakiman, dll) sebenarnya banyak komputer yang menggunakan sofware bajakan, di rumah-rumah aparat negara banyak VCD dan DVD bajakan. Maka, dari diri mereka sendiri yang harus menjadi contoh, dan polisi harus merasia diri mereka sendiri sebelum merasia masyarakat. Di kantor-kantor Pemda harus di sweeping, kantor-kantor pengadilan harus dibersihkan dari produk bajakan, dan seterusnya. Setelah itu, boleh membasmi bajakan di PKL, boleh sweeping di pasar-pasar, rental-rental, warnet-warnet. Karena dengan demikian, tidak akan terjadi palak-memalak, sogok menyogok. Dan akhirnya, negara juga tidak dirugikan oleh produk bajakan ini yang lolos pajak. Sekali lagi sweeping bajakan harus dimulai dari penegak hukum itu sendiri.


E. Musyadad
Warga Epistoholik Indonesia
Jl. Ki Hajar Dewantara I No. 11 Jombang Jawa Timur 61419
Email: musyadad@yamajo.or.id

Stadiun yang “Demokratis”

Kompas Jatim, 19 Juli 2006
Stadiun yang “Demokratis”

Setelah kita dihibur oleh hiruk-pikuk dengan piala dunia, saatnya kita menegok sepak bola kita. Pertandingan Liga Jarum Super memasuki babak 8 besar yang salah satunya digelar di Gresik Jawa Timur. Tentu saja pertandingan ini adalah sebuah sejarah sepak bola Jawa Timur. Namun, ada yang lebih menarik lagi untuk dicatat dalam sejarah perkembangan sepak bola di Indonesia. Kalau kita para penggila bola, tentu melihat kawan-kawan kita, para suporter yang sangat dekat dengan lapangan hijau. Mereka bisa melihat tim kesayangannya lebih dekat, dan yang paling penting tanpa dihalang-halangi oleh pagar besi. Lapangannya sudah mengadopsi gaya stadiun yang dipakai di Liga Inggris. Suporter bisa lebih semangat mendukung timnya. Dan yang sangat menggembirakan, pada pertandingan babak 8 besar kemarin, para pecandu bola ini melihat dengan tertib. Sebuah pemandangan yang menggembirakan. Melihat bola dari jarak dekat dan tanpa dibatasi pagar besi ini menjadi impian para maniak bola di tanah air. Semoga virus ini menyebar ke kota-kota lain dengan membangun stadiun yang lebih manusiawi, stadiun yang memberi akses yang lebih banyak kepada para pecandu bola. Mungkin inilah yang diimpikan banyak orang, menikmati hiburan yang murah dalam stadiun yang “demokratis”, stadiun yang tidak dibata-batasi. Maju terus sepak bola Jawa Timur.

E. Musyadad
Warga Epistoholik Indonesia
Jl. Ki Hajar Dewantara I No. 11 Jombang Jawa Timur 61419
Pesta Blogger 2008