Monday, February 14, 2005

BAHASA JAWA TUNDUK TANPA ADA PERANG

Harian Kompas Edisi Jatim, 15 Februari 2005

BAHASA JAWA TUNDUK TANPA ADA PERANG

Apakah anda memperhatikan setiap perbincangan siswa-siswa SMP dan SMA saat ini? Cobalah sesekali mengamati mereka saat ngobrol di bus kota atau angkutan umum atau pusat perbelanjaan atau dimana saja. Mereka tidak lagi menggunakan bahasa Jawa, mereka terlihat asyik dengan bahasa Indonesia yang tidak “medhok” lagi. Sesekali dengan memberi tekanan aksen Jakarta dan tidak jarang kosa kata Bahasa Inggris meluncur dengan fasih dalam obrolan mereka. Apakah hal hanya menjadi budaya oral siswa-siswa ini? Tidak. Mahasiswa-mahasiswa di kampus juga tidak lagi menggunakan bahasa ibunya. Kalaupun mereka menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa komunikasi, mereka terasa “nanggung”, malu-malu. Kita tidak lagi mendengar kreteg, yang kita dengar kata jembatan, gedang jadi pisang, lanang wedok berubah menjadi cowok cewek. Singkatnya, bahasa Jawa mulai tunduk tanpa harus ada perang. Saya membayangkan, jika saja seusia saya (25 tahun) kelak punya cucu, mungkin mereka tidak lagi bisa “boso kromo inggil”. Bukannya saya Jawa sentris yang ingin didatangi anak cucu dengan menunduk-nunduk dan berbahasa “kromo inggil” yang mlipit. Saya hanya gelisah bahwa bahasa Jawa sebagai aset budaya bangsa ini mulai luntur dan bisa jadi kelak akan punah. Sekali lagi, amati setiap perbincangan anak muda sekarang yang ada di sekitar anda. Dan renungkan.

E. Musyadad
Warga Epistoholik Indonesia
Jl. Ki Hajar Dewantara I No. 11 Jombang Jawa Timur 61419

No comments:

Post a Comment

Pesta Blogger 2008