Thursday, February 17, 2005

IKLAN SHAMPOO MENGERIKAN

Harian Jawa Pos, Februari 2005

Iklan Shampoo mengerikan


Di era industri saat ini, memang iklan adalah senjata yang ampuh untuk meningkatkan penjualan. Jika di depan anda adalah televisi, maka anda disuguhi berbagai macam iklan produk maupun jasa. Berbagai macam cara iklan menarik perhatian kita. Dari yang menyuguhkan angka statistik sebuah penelitian, menampilkan adegan-adegan lucu, hingga yang mengerikan.
Yang mengerikan ini salah satunya adalah iklan sebuah shampoo produk X. Iklan ini menggambarkan cowok keren yang sedang membelai rambut gadis idamannya di mobil. Karena sedang asyik dengan rambut indah si gadis, cowok keren tadi tidak melihat jalan, dan tiba-tiba menabrak ibu dan bayinya yang sedang menyeberang jalan. Tetapi, karena (mungkin) menggunakan shampoo hebat ini, bayi yang tertabrak justru senang dengan tertawa di udara. Dan gadis yang indah rambutnya ini dengan sigap menangkap bayi yang terbang ke langit sambil tertawa. Akhirnya…tentu saja semuanya berjalan happy ending. Si cowok keren semakin bangga dan si bayi selamat, keduanya karena gadis yang rambutnya indah tadi.
Apa yang mengerikan dari iklan ini? Tentu saja tentang anak yang ditabrak mobil tetapi justru senang dan tertawa. Bayangkan jika hal ini dilihat dan dipahami anak-anak secara lurus tanpa intepretasi. Mereka menjadi tidak waspada dan hati-hati jika menyeberang jalan. Jika tertabrak mereka justru akan senang dan yang pasti akan diselamatakan oleh orang lain. Maka, bagi pembuat iklan sekiranya dapat membuat iklan yang lebih mendorong imajinasi kretif dan positif.

E. Musyadad
Warga Epistoholik Indonesia
Jl. Ki Hajar Dewantara I No. 11 Jombang Jawa Timur 61419

Monday, February 14, 2005

BAHASA JAWA TUNDUK TANPA ADA PERANG

Harian Kompas Edisi Jatim, 15 Februari 2005

BAHASA JAWA TUNDUK TANPA ADA PERANG

Apakah anda memperhatikan setiap perbincangan siswa-siswa SMP dan SMA saat ini? Cobalah sesekali mengamati mereka saat ngobrol di bus kota atau angkutan umum atau pusat perbelanjaan atau dimana saja. Mereka tidak lagi menggunakan bahasa Jawa, mereka terlihat asyik dengan bahasa Indonesia yang tidak “medhok” lagi. Sesekali dengan memberi tekanan aksen Jakarta dan tidak jarang kosa kata Bahasa Inggris meluncur dengan fasih dalam obrolan mereka. Apakah hal hanya menjadi budaya oral siswa-siswa ini? Tidak. Mahasiswa-mahasiswa di kampus juga tidak lagi menggunakan bahasa ibunya. Kalaupun mereka menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa komunikasi, mereka terasa “nanggung”, malu-malu. Kita tidak lagi mendengar kreteg, yang kita dengar kata jembatan, gedang jadi pisang, lanang wedok berubah menjadi cowok cewek. Singkatnya, bahasa Jawa mulai tunduk tanpa harus ada perang. Saya membayangkan, jika saja seusia saya (25 tahun) kelak punya cucu, mungkin mereka tidak lagi bisa “boso kromo inggil”. Bukannya saya Jawa sentris yang ingin didatangi anak cucu dengan menunduk-nunduk dan berbahasa “kromo inggil” yang mlipit. Saya hanya gelisah bahwa bahasa Jawa sebagai aset budaya bangsa ini mulai luntur dan bisa jadi kelak akan punah. Sekali lagi, amati setiap perbincangan anak muda sekarang yang ada di sekitar anda. Dan renungkan.

E. Musyadad
Warga Epistoholik Indonesia
Jl. Ki Hajar Dewantara I No. 11 Jombang Jawa Timur 61419

Thursday, February 10, 2005

YOGYA KOTA COPET?

Harian Kompas Edisi Jogja, 11 Februari 2005

YOGYA KOTA COPET?

Dua hari (6 dan 7 Februari) yang lalu saya berkunjung ke Yogyakarta dengan seorang teman. Karena ingin lebih jauh mengenal tentang kota budaya ini, saya berkeliling dengan menggunakan bus kota. Hari kedua saya naik bus kota jalur 7 yang tidak terlalu penuh penumpangnya. Sampai di tempat yang dituju, kami turun. Saya lewat pintu depan dan kawan saya turun dari dari pintu belakang. Sudah sampai di bawah, tiba-tiba teman saya berteriak spontan," Hpku di copet". Namun, karena bus kota tersebut cepat melaju, sehingga kami tidak sempat untuk sekedar menghardik pencopetnya.
Dengan nada kesal, teman saya bercerita dengan teman-teman lainnnya di rumah. Mereka bilang, memang saat ini marak pencopet di bus kota. Ironisnya, pelakuknya kebanyakan warga pendatang dan bukan orang Yogyakarta asli. Mendengar cerita ini, saya sedih nama baik kota sebagai kota budaya dan pendidikan mulai bergeser menjadi kota copet. Melalui surat ini, saya berharap masyarakat penguna jasa bus kota tetap waspada. Dan bagi penegak hukum, harus ada tindakan untuk mempersempit ruang bagi pencopet di bus kota. Sehingga, kota Yogyakarta sebagai pusat budaya dan pendidikan memang benar-benar nyata. Bukan budaya copet yang akan berkembang.

E. Musyadad
Warga Epistolohik Indonesia
Jl. Ki Hajar Dewantara I No. 11 Jombang Jawa Timur 61419

Sunday, February 06, 2005

POHON PLASTIK TIDAK BERMANFAAT

Harian Jawa Pos, 1 Februari 2005

Pohon Plastik Tidak Bermanfaat

Membangun sebuah kota yang indah adalah penting. Karena kota yang indah, bersih dan nyaman akan membawa dampak yang baik bagi masyarakatnya. Namun, hal ini seringkali dipahami sebagai gerakan yang instan dan tidak berkelanjutan. Misalnya saja yang telah terjadi di jalan Patimura Kota Batu, jalan Ijen Malang, jalan Veteran, atau di jalan Raya Dieng. Hal yang sama terjadi di jalan depan pasar Dlopo Madiun, di alun-alun Ponorogo (malah pohon bringinnya justru ditebang).
Maka, ada gejala pembangunan kota yang salah kaprah sekaligus salah arah yang dilakukan pemerintah daerah. Pohon plastik yang tidak ramah lingkungan menggantikan pohon beneran. Memang, pohon-pohon ini sebagai aksesoris kota dengan berbagai model lampu hias akan enak dipandang jika malam hari. Namun, jika siang hari sama sekali tidak ada manfaatnya bagi lingkungan kota yang mulai panas. Apalagi tanah reasapan yang mulai pundar dan hutan kota yang semakin hilang, wajah kota semakin tidak ramah bagi warganya sendiri. Jika demikian, bukankah lebih bermanfaat jika pohon beneran yang berdiri ditengah jalan tersebut.

E. Musyadad
Jl. Ki Hajar Dewantara I No. 11 Jombang Jawa Timur 61419

LAMBAIAN TANGAN UNTUK MATOS

Harian Kompas Jatim, 4 Februari 2005

Lambaian Tangan untuk matos


Walaupun ditentang keras oleh banyak kalangan, Malang Town Squere alias Matos terus membangun. Penolakan Matos ini dilakukan dengan berbagai alasan sesuai dengan term of reference masing-masing. Kaum pendidik mengkhawatirkan anak didiknya menjadi semakin “bodoh” tercemar gemerlapnya pusat bisnis ini. Aktivis lingkungan mengerutkan dahi, karena membayangkan jalan Veteran akan dipenuhi kendaraan dan udara disekitarnya menjadi tebal polusi. Para sosiolog juga memprediksikan terjadinya perubahan masyarakat dari kawasan pendidikan yang egaliter menjadi kawasan bisnis yang mengejar keuntungan.
Namun, dari berbagai analisis yang diwujudkan dalam protes-protes penolakan masyarakat ini ternyata tidak mendapat respon baik dari pengusaha dan pemerintah. Sebaliknya, hari demi hari Matos semakin kukuh dibangun. Melihat ancaman Matos kedepan bagi kota ini, mungkin diperlukan bentuk protes model lain yang lebih masif untuk mengajak warga Malang turut berpartisipasi.
Maka, saya usul model protes lambaian tangan, jika setiap melewati jalan Veteran kita semua melambaikan tangan (dada alias selamat tinggal) untuk menegaskan bahwa berdirinya Matos perlu dipikir ulang. Gerakan tangan ini adalah bagian dari protes yang sederhana, tidak memakan biaya dan lebih penting tidak merugikan orang lain. Seandainya saja gerakan ini dapat berlangsung massal (dilakukan oleh setiap orang yang lewat baik yang bersepeda motor, di angkutan umum, mobil pribadi, dsb) pasti akan membuat orang yang berkepentingan menjadi merah dan juga akan membuat gerah bagi pembuat kebijakan. Mungkin dengan demikian, suara pendidik, mahasiswa, aktivis lingkungan dan rakyat Malang lebih terdengar kuat. Beranikah kita memulai? Demi Kota Malang, Kota Pendidikan, Kota Bunga, kenapa tidak kita lakukan.


E. Musyadad
Jl. Ki Hajar Dewantara I No. 11 Jombang Jawa Timur 61419

“ KUIS SMS ITU JUDI?”

Harian Jawa Pos 22 Januari 2005

“ KUIS SMS ITU JUDI?”
Dalam setiap acara apapun di televisi kita, terasa tidak lengkap kalau tidak ada kuis SMS. Bagi orang pertelevisian, mungkin ini salah satu cara “mengikat” pemirsanya untuk berpatisipasi. Namun, bagi kita adalah cara “memoroti” kantong dengan cara yang santun. Kenapa?
Kalau di negara kita ada 32 propinsi, dan di setiap propinsi ada 200 orang saja yang turut berpartisipasi, maka ada 6.400 pemirsa yang urun partisipasi. Biasanya, biaya untuk pengiriman ini sebesar Rp.2000/sms, sehingga pihak panitia kuis SMS televisi meraup uang cuma-cuma sebesar Rp. 12.800.000 dalam dalam setiap program acaranya. Padalah hadiah kuis SMS, tidak lebih dari dua juta dengan dua pemenang.
Dalam konteks keagamaan, bukankah kuis SMS tidak jauh beda dengan judi semacam togel; kita pasang nomer dan berharap cemas keberuntungan berpihak kepada kita. Parahnya hal ini juga marak dalam program acara “keagamaan” untuk mengisi bulan puasa.
“Partisipasi” kuis SMS itu judi, yang merugikan pemirsa, hanya menguntungkan televisi. Saya berharap, pihak televisi berpuasa untuk memoroti dan pemirsa berpuasa berjudi dengan kuis SMS ini. Semoga.


E. Musyadad
Jl. Ki Hajar Dewantara I No. 11 Jombang Jawa Timur 61419

PALANG KERETA API MASIH BOLONG

Harian Kompas Edisi Jatim, 22 Januari 2005


Palang Kereta Api Masih Bolong

Sebelah timur Stasiun Jombang terdapat perempatan jalan yang sering disebut Jomplangan. Karena pertemuan jalur dari berbagai kota, tempat ini menjadi lalu lalang kendaraan bermotor dan non motor yang ramai. Dilain sisi, jalur ini juga menjadi satu-satunya jalan bagi kereta api dari Surabaya ke barat dan atau sebaliknya. Sehingga, demi keselamatan dan keamanan masyarakat telah dibuat palang untuk menutup jalan bagi kendaraan jika kereta api akan/sedang lewat. Namun, sayang palang ini tidak maksimal dalam menutup jalur jalan. Karena palang yang dibuat melintangi jalan tersebut masih menyisakan celah di tengahnya. Masih sering terlihat masyarakat “nylonong” melewati palang kereta api tersebut, khususnya sepeda motor maupun sepeda onthel. Hal ini sangat membahayakan keselamatan jiwa orang. Namun demikian, kita tidak bisa serta merta menyalahkan masyarakat yang berperilaku buruk tersebut. Karena perilaku buruk, menurut Bang Napi, tidak hanya karena ada niat tetapi juga karena adanya kesempatan. Maka, dinas yang terkait harus segera membuat/memperbaiki palang tersebut agar rapat, tidak dapat dilewati lagi. Sehingga kalaupun ada niat nyolong, tetapi kesempatan sudah tertutup rapat, maka perilaku buruk itu tidak terjadi. Mohon, dinas yang bertanggung jawab segera turun, sebelum kita melihat ancaman kecelakaan menjadi nyata.

E. Musyadad
Kontak penulis:
Jl. Ki Hajar Dewantara I No. 11 Jombang Jawa Timur 61419
Pesta Blogger 2008