Friday, March 31, 2006

laki-laki dimaafkan, perempuan dihukum

LAKI-LAKI DIMAAFKAN, PEREMPUAN DIHUKUM
Surya, 2005

Seorang penyair Meksiko abad 17, Sor Juan Ines de la Cruz, pernah mengatakan “Siapa yang harus dipersalahkan dalam suatu kemaksiatan bersama? Apakah perempuan yang dibayar untuk berdosa? Ataukah laki-laki yang membayar untuk berdosa?” Syair bijak ini relevan ketika banyak pemerintah daerah latah membuat peraturan daerah (perda) tentang anti kemaksiatan dan prostitusi. Asumsi perda dalam menyikapi prostisusi ini, selalu perempuannya yang dikejar-kejar, ditangkap dan dikarantina.
Perilaku salah ini tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, masyarakat seringkali juga turut menghakimi perempuan yang bekerja dalam sektor ini. Mereka dianggap satu-satunya pelaku tunggal yang terus merayu dan menebar pesona kepada laki-laki. Sehingga, laki-laki diposisikan sebagai korban perempuan. Kalau menyitir syair diatas, bukankah tidak akan ada “kemaksiatan” jika laki-laki tidak mencari, mengundang dan membeli para perempuan itu. Maka, dalam kasus seperti ini, seharusnya laki-laki sebagai pelakunya juga harus dibriefing, dimarahi, dan kalau perlu juga ditangkap serta dikarantina.
Diluar sikap setuju ataupun tidak setuju terhadap peraturan anti prostitusi semacam ini, seharusnya perda tersebut memuat materi yang adil tentang siapa saja yang berdosa dalam kemaksiatan bersama tersebut, bukan perempuan saja yang dihukum. Kalau hal ini tidak terjadi, sebenarnya kebijakan politik yang telah dibuat semakin memperburuk posisi perempuan. Dan sekali lagi, hukum memvonis perempuan tanpa alasan dan justru memaafkan laki-laki walaupun mereka berbuat dosa sekalipun.

E. Musyadad
Warga Epistoholik Indonesia
Jl. Ki Hajar Dewantara I No. 11 Jombang Jawa Timur 61419

No comments:

Post a Comment

Pesta Blogger 2008